Ketika semua orang berpesta, ada sepasang mata yang melihat dengan penuh kemarahan (ayat 25-28), karena mendengar adiknya yang sudah melakukan banyak kesalahan dan dosa diterima kembali oleh bapanya. Nampaknya anak sulung ini tidak banyak masalah yang dia hadapi, tapi itu tidak berarti dia tidak punya masalah dalam hatinya. Dan masalah masalah itu terungkap saat adiknya kembali ke rumah, sang kakak menjadi marah karena bapanya mengadakan pesta sebab adiknya baru saja pulang dari memboroskan uang dan hidup dalam dosa dan kesesatan. Anak sulung merasa itu tidak adil baginya, ia yang selalu ada d rumah yang selalu membantu pekerjan bapanya tidak mendapat apa apa. Sementara adiknya yang mengambil warisan, menghambur hamburkanya, serta berpesta pora dengan hawa nafsu dosa, mendapat perlakuan yang lebih baik. Adilkah ini? Ini pertanyaan si sulung. Anak sulung mewakili orang Farisi dan Ahli Taurat dan sikap banyak orang percaya.
Di sini kita akan melihat redefinisi tentang dosa dan keselamatan dari anak sulung ini. Kalau kita ditanya tentang definisi dosa, kita menjawab, dosa adalah melanggar perintah Tuhan, kalau itu definisinya, berarti orang Farisi dan anak sulung ini tidak merasa berdosa, karena mereka tidak pernah melanggar perintah bapa. Jadi anak sulung, orang Farisi tidak merasa mereka berdosa, tidak merasa mereka perlu Tuhan, karena mereka merasa tidak berdosa. Si sulung memang betul tidak melanggar perintah bapa, tetapi dia melanggar keinginan bapa, apasih yang menjadi keinginan bapa? Keinginan bapa adalah bersukacita karena orang bertobat, termasuk si sulung juga harus bersukacita karena adiknya kembali.
Seperti orang Farisi, yang hafal titik koma hukum Taurat, mereka ketat ikut semua aturan Taurat, tapi hatinya jauh dari Bapa, hatinya tidak meninginkan Bapa, tidak ingin menyenangkan hati Tuhan. Apa yang salah dari anak yang sulung ini? Sikapnya yg salah, ia hidup dalam kesombongan rohani dan pembenaran diri sendiri, ia merasa seolah dirinya baik dan layak, ia merasa dirinya selalu taat perintah bapanya dan tidak pernah salah ia tidak senang dengan adiknya yang terhilang sekian lama, tidak ada kasih dalam hatinya, tidak memiliki belas kasihan, tidak memiliki hati yang mengucap syukur, ia berfokus pada pamrih dengan apa yang ia sudah lakukan, hatinya dipenuhi dengan kemarahan dan keegoisan. Sebenarnya ini juga anak terhilang.
Apa sih tanda-tanda si sulung terhilang? Mungkin kita tidak melakukan dosa seperti si bungsu, tapi mungkin kita seperti si sulung. Yang pertama dia marah, marah karena jubah yang mahal itu diberikan kepada adiknya, menurutnya jubah itu harus dia yang pakai. Jubah yang melambangkan kemuliaan, pemulihan dan berkat, seharusnya dia yang menikmati, mengapa diberikan kepada orang yang berdosa? Dia menjadi marah kepada bapanya ketika keinginannya dirampas, dia menjadi marah, karena dia merasa bahwa itu adalah haknya.
Banyak dari orang Kristen yang berkata, Tuhan bukankah saya sudah melayani Tuhan, kenapa usaha saya gagal, kenapa saya sakit, kenapa saya kekurangan, dan kenapa? Seakan-akan itu hak kita dan kita menjadi marah ketika hal itu direnggut dari kita. Mari cek diri kita masing masing, pernahkah saudara marah kepada Tuhan? Tuhan mengapa hidup saya ini tidak sesukses seperti orang yang berdosa yang hidupnya nyaman dan makmur. Mengapa Tuhan tidak adil kepadaku, saya sudah melayani-Mu, tapi hidupku tidak sebaik orang yang tidak melayani-Mu yang hidupnya menjauh daripadaMu, tapi hidup mereka aman dan nyaman. Mengapa Tuhan mau menerima orang yang berdosa, mengapa engkau memulihkan hidup mereka.
Pernahkah pertanyaan semacam ini kita keluhkan kepada Tuhan? Perumpamaan ini berbicara untuk kita semua, mari kita koreksi diri kita masing masing, apakah karakter kita seperti karakter anak sulung?
Kita semua punya masalah yang butuh perhatian, kita semua punya dosa yang perlu di bawa kepada Tuhan kita perlu belajar mengasihi seperti bapa mengasihi orang orang berdosa yang mau bertobat. Dan saatnya orang orang bertobat mengalami pemulihan hidupnya karena Tuhan, apakah kita menyimpan banyak kepahitan, dan kemarahan kepada orang orang disekitar kita karena kesombongan rohani kita.
Masalah dosa bukan hanya pada yang terhilang, tetapi masalah dosa juga pada yang tinggal di rumah yang tinggal bersama dengan dengan bapa, apakah hati kita dipenuhi dengan kasih atau kebencian, sesungguhnya kita tidak layak menerima kasih dan anugerah, namun itulah yang telah diberikan kepada kita melalui kematian dan kebangklitan Tuhan Yesus.
Dan tanda yang kedua si sulung terhilang adalah superioritasnya, si sulung berkata, saya belum pernah melanggar perintah bapak, tetapi baru saja anak bapak yang memboroskan harta dengan para pelacur, bapak menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. Saya tidak seperti dia Tuhan, kalau dia patut dihukum ke neraka, kalau saya kan rajin PA, saya rajin berdoa, saya juga anggota gereja, saya rajin melayani. Kita memang melakukanya tetapi tidak dengan sukacita. Dikatakan, belum pernah aku melanggar perintah bapa, tapi belum pernah bapak memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita, jadi dia datang ke gereja, dia melayani Bapa, dia memberikan persembahan, semua dilakukan dengan keterpaksaan. Jadi kita dirumah Tuhan, bersama-sama dengan Bapa, tapi tidak ada sukacita, kita ikut semua kegiatan, tetapi dengan spirit budak, budak itu bukan anak, anak itu bisa bersukacita di dalam rumah. Budak melakukan segala sesuatu karena terpaksa, no choice, no option, jadi kita melayani dengan spirit apa? Menyenangkan Bapa atau terpaksa?
Sebagaimana si bungsu berdosa, si sulung juga berdosa dan inilah yang ditegor oleh Tuhan Yesus, jangan kamu pikir kamu baik, kamu rajin pelayanan, kamu aktif ke gereja kamu sama berdosanya, bahkan mungkin lebih berdosa, karena yang berdosa sadar dia berdosa, kamu di dalam terhilang dan kamu tidak sadar kamu terhilang di dalamnya.
Di sini kita melihat bapak menawarkan pertobatan kepada si bungsu dan juga menawarkan keselamatan kepada si sulung, perhatikan cerita Yakub dan Esau di PL? Yakub Kukasihi, Esau Kubenci Roma 9:13, ooh kalau begitu orang Farisi sudah pasti ditetapkan untuk dibinasakan, tidak usah diberikan injil? Tidak. Sebagaimana injil ditawarkan kepada si bungsu yang sudah berdosa, sekarang kepada orang Farisi pun si Bapa menawarkan keselamatan. Di dalam pesta itu si bapa kembali membuang mukanya ke tanah untuk membujuk si sulung, dengan sabar dia berbicara kepada si sulung, anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu, anak yang sulung tidak mau masuk ke pesta bukan karena dosa-dosanya, tetapi justru karena kebaikannya, dia merasa bahwa dia adalah orang baik. Jadi kedua anak ini sama-sama berdosa, yang satu berdosa sebejat-bejatnya, yang satu berdosa memberontak kepada bapa dengan menjadi sebaik-baiknya, tetapi dua-duanya membuang bapa dari hati mereka, dua-duanya sama-sama terhilang.
Kita ada dalam posisi yang mana? Apakah orang Farisi yang sangat bermoral itu perlu pertobatan? Perlu, bertobat dari akar kebajikannya, jadi jangan berpikir kita hanya bertobat dari dosa-dosa yang najis, tapi kita perlu bertobat dari akar kebajikan kita, maksudnya adalah kita pikir bahwa kita diselamatkan oleh karena kebaikan kita, bukan, salvation is by grace. Kalau kita masih berpikir, kalau saya berdosa, Tuhan minggu ini saya akan memberikan persembahan lebih banyak untuk cuci dosa saya, kita harus betobat dari konsep seperti ini. Jadi si sulung ini juga diajak untuk bersukacita dalam pesta, tetapi tidak dicatat apakah dia masuk atau tidak, salah satu tanda keselamatan kita adalah kita bersukacita Yesus telah menemukan kita, Dia datang dari negeri yang jauh, turun ke dunia mengenakan tubuh manusia yang hina, Dia mencari kita dan Dia membayar hutang dosa kita dengan darahNya sendiri. Tanpa Tuhan Yesus tidak mungkin kita bisa kembali kepada Tuhan.
Keselamatan bukan hanya pengampunan, jangan kita berpikir bahwa ketika dosa kita diampuni ya sudah, saya sudah puas, no more relation lagi, yang penting dosa saya sudah diampuni, tidak. Orang kristen bukan hanya diampuni dosanya, orang kristen diundang masuk ke pesta dan dijadikan anak kembali, relasi dipulihkan kembali, ada fellowship, bukan hanya forgiveness, tetapi juga ada fellowship, dan dalam perumpamaan ini, bapa mengadakan pesta yang penuh sukacita, jadi keselamatan adalah tentang pulang kembali kerumah Bapa.
Tanda orang kristen yang menerima anugerah keselamatan, anugerah pengampunan adalah sukacita, kita bersukacita atas hidup kita, walaupun kita sakit, walaupun kondisi ekonomi tidak baik, walaupun kita dicaci maki, dicela, tapi ada sukacita yang dalam dihati kita. Lebih dari itu kalau kita orang kristen yang sudah diselamatkan oleh Bapa, kita rindu pulang ke tempat yang dijanjikan Tuhan, ke rumah Bapa kita dimana Kristus ada.
Seorang puritan bernama Thomas Goodwin berkata, if I were to go to heaven and find that Christ was not there, I would leave immediately for heaven without Christ would be hell to me, kalau saya sekarang ke surga dan waktu di surga saya tidak mendapatan Kristus di situ, saya akan pergi sekarang juga, karena surga tanpa Kristus seperti neraka bagiku.
Sesudah bangsa Israel menyembah anak lembu emas, Allah berkata ekepada Musa, Aku tidak akan memimpin bangsa ini masuk ke tanah perjanjian, bangsa yang tegar tengkuk ini, mungkin di tengah jalan sudah Aku binasakan, Aku akan mengirim malaikat untuk menuntun engkau masuk tanah perjanjian. Banyak orang berpikir ooh yang penting kan sampai tujuan, siapa yang mimpin tidak masalah, harusnya kan demikian, tapi Musa tahu, masuk ke tanah perjanjian tanpa penyertaan Tuhan, itu sama seperti padang pasir, surga seperti neraka tanpa Kristus, tanah perjanjian seperti padang pasir tanpa Engkau berserta kami di situ. Inilah orang Kristen yang sejati, menginginkan penyertaan Tuhan di dalam hidup sehari-hari, menginginkan pemulihan relasi dengan Allah secara pribadi.
John Piper berkata, apa sih yang membuat injil itu kabar baik? Ada yang bilang pengampunan, ada yang bilang kita diselamatkan dari neraka, ada yang bilang kita dibebaskan dari perasaan bersalah, yang menjadikan injil kabar baik adalah injil membawa sukacita, injil membawa kita pada satu pribadi yaitu Yesus Kristus.
Karena itu apapun keadaan kita, kita butuh pribadi yang mengenal diri kita, kita butuh pribadi yang tahu keadaan kita, kebutuhan kita. Janganlah kita terhilang karena kesibukkan kita, karena karena keinginan kita sendiri untuk jauh dari Tuhan, mari kita kembali kepada Tuhan, bersukacita bersama dengan Dia.
Comments