Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. Banyak yang percaya bahwa ini ditulis pada masa pemberontakan Absalom, putra kesayangan Daud. Absalom berusaha mengambil nyawanya dan mengambil alih tahta Israel. Sehingga Daud harus melarikan diri melintasi padang gurun. Ini adalah masa yang paling sulit dalam hidup Daud.
Namun dalam pencobaan dan kesulitannya, Daud justru mencari Tuhan, ia yakin akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Daud menyadari bahwa apapun keadaan atau situasinya, dia bisa percaya bahwa Tuhan ada untuknya. Kita mungkin berada di lembah hari ini. Kita mungkin berada di tengah badai terburuk. Mungkin kesulitan, mungkin orang-orang yang kita cintai, telah meninggalkan kita, tetapi Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia selalu hadir. Ini yang dialami oleh Daud. Semakin ia menghadapi tantangan semakin ia haus akan kehadiran Tuhan.
Daud menginginkan Tuhan di atas segalanya, Daud ingin dipenuhi dengan kehadiran Tuhan. Dia haus akan Tuhan; dia merindukan-Nya seperti orang yang tinggal di tanah yang kering dan tandus yang merindukan minuman yang menyegarkan.
Dalam mazmur 63 ini, Daud menggambarkan dirinya sebagai seorang yang memiliki jiwa yang haus. Kelihatanya bukan keadaan yang biasa, tetapi suatu keadaan yang hampir mati kehausan. Ayat 2, Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Sulit membayangkan isi atau suasana firman Tuhan ini, jika keadaan negara kita punya banyak air. Keadaan tanah Kanaan banyak padang pasir, sulit mendapatkan air, sehingga kita bisa membayangkan keadaan pemazmur ini.
Gambaran tentang kehausan jiwa, digambarkan oleh Mazmur 42, dia seperti rusa yang lelah dan haus ditengah padang pasir. Jika tidak menemukan air, dia pasti akan mati. Keadaan haus seperti ini bukan keadaan haus yang biasa tetapi keadaan haus diantara hidup dan mati. Coba bayangkan rusa yang mencari air kesini dan kesana, tetapi pada akhirnya tidak menemukan air, lalu tenaganya habis, lelah dan haus. Keadaanya benar benar kelelahan, sehingga akhirnya lidah rusa menjulur keluar karena air dalam tubuhnya habis. Sekarang rusa itu sudah sangat kepayahan, sampai ia tidak bisa bergerak, bahkan ujung kakinya pun tidak lagi bisa digerakkan. Yang bisa ia lakukan hanya mengedipkan matanya karena keadaanya hampir mati.
Penulis mazmur menyatakan keadaanya seperti rusa itu. Berarti dia begitu hausnya mencari Tuhan. Keadaanya seperti orang yang ketakutan karena kematian yang sedang mendekatinya. Harapanya untuk saat itu ada setetes air yang jatuh ke dalam mulutnya. Jadi keadaan hidup yang sangat mendesak adalah apa yang digambarkan oleh pemazmur ini.
Di dalam kehidupan beriman, tentu ada saat yang berbahaya. Yaitu saat dimana kita kehilangan rasa haus. Kita tidak peka lagi akan kehadiran Tuhan, kita tidak peka lagi akan sentuhan Roh Kudus. Kita seakan akan kenyang tetapi jiwa kita lapar.
Saya dulu pernah memelihara beberapa ekor burung, selain sebagai hobi juga pernah saya ternak dan saya jual. Ketika saya perhatikan anak anak burung yang di dalam sangkar, ketika induknya datang membawa makanan mereka rebut mencicit meminta makanan dan induknya membagikan dengan rata. Hebatnya induk itu mengingat mana anak yang sudah diberi makanan, walaupun semua anaknya membuka mulut. Bagaimana induknya tahu? Mulut yang paling terbuka paling lebarlah yang belum menerima makanan. Ternyata anak yang pernah makan, mulutnya tidak terbuka lebar lagi. Tetapi anak yang lapar, mulutnya dibuka lebar lebar sehingga induknya dengan mudah membedakan mana anak yang lapar dan mana anak yang tidak lapar.
Jika Tuhan melihat kita, kita pun sama seperti itu bukan? Tanda bahaya kehidupan beriman muncul pada saat hilangnya rasa haus. Pada saat iman kita staknan dan tidak bertumbuh lagi dan kita kena penyakit kemacetan pertumbuhan iman, kerohanian kita tidak tajam lagi, sehingga kita tidak haus lagi, mulut kita tidak terbuka lebar untuk makanan rohani, tidak merasa perlu lagi secara rohani, akibatnya iman kita tidak sehat.
Kalau perut kita lapar, kita bisa merasakannya dan cepat cepat makan. Bagaimana dengan jiwa yang lapar? Banyak orang membiarkan jiwanya kurus sampai tidak ada tenaga, hampir pingsan, tetapi tetap tidak merasa kelaparan. Sehingga kemudian, perlahan lahan orang yang demikian akan mati secara rohani, tetapi dia tidak menyadari keadaan dirinya, itu sangat berbahaya.
Jemaat yang sehat adalah jemaat yang selalu haus, karena kehausan rohani itu menyehatkan iman. Jemaat yang haus selalu merindukan keintiman dengan Tuhan. Ia tidak bisa dipuaskan dengan berkat berkat saja, kerinduanya adalah Tuhan, kepuasanya adalah Tuhan, sehingga dimanapun ia berada ia selalu membutuhkan anugerah Tuhan, Tuhan yang menjadi keperluanya.
Orang yang haus dengan Tuhan, ia akan mencari Tuhan dengan sungguh sungguh, ia tidak bisa hidup tanpa Tuhan, ia selalu mencari pertolongan Tuhan, ia tidak bisa hidup dengan kekuatanya sendiri. Di dalam Markus 7 disebutkan, ada seorang wanita Siro-Fenesia, ia sangat membutuhkan pertolongan karena anaknya kerasukan setan. Tetapi Tuhan tidak mempedulikan, bahkan kesanya menghina karena disamakan dengan anjing. Walaupun wanita ini mendapat penghinaan, wanita ini tidak mau mundur, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." Jawaban wanita ini memperlihatkan dia sangat merendahkan diri. Dia memegang Tuhan sama seperti mau mati. Pada akhirnya ia mendapatkan pertolongan. Inilah sikap orang yang haus.
Orang yang haus ia tidak ada rasa malu, ia akan terus merendahkan hatinya dihadapan Tuhan, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, karena kebutuhanya bukan pujian perkenanan manusia, kebutuhanya adalah Tuhan. Pernah ada seorang jemaat tidak mau datang ke SIS karena merasa firman Tuhanya menyinggung dirinya. Masalah yang sebenarnya bukan menyinggung atau tidak, tetapi ia tidak lapar secara rohani, sehingga motivasi ibadahnya salah.
Ada hal hal yang menyebabkan kita bisa kehilangan kehausan rohani. Yaitu kekenyangan jasmani dan kesombongan rohani, karena setiap masalah rohani dimulai dari situ. Ketika kebutuhan jasmani kita terpenuhi, kita harus berhati hati, karena hati manusia itu licik. Kalau sudah ada makanan untuk hari esok, maka tidak perlu berdoa lagi. Walaupun kita berdoa maka doa kita akan berubah, “Tuhan, apa yang Engkau perlukan supaya aku bisa bantu pelayanan?” Tuhan, atur waktu kami supaya kami bisa beribadah. Dan lain sebagaimana.
Kehancuran gereja barat itu ada hubungan erat antara pertumbuhan rohani dan ekonomi. Biasanya saat pendapatan masyarakat 10 juta dollar pertahun, gejala kehancuran gereja dimulai. Saat menjadi 20 juta dollar lebih pertahun, sekularisme datang secara cepat dan mamonisme berakar semakin mendalam. Sehingga gereja tidak perlu lagi berdoa untuk pergumulan hidup, tidak perlu lagi persekutuan doa, apalagi doa puasa. Sehingga kerinduan rohani menjadi hilang.
Perhatikan jemaat Laodekia dalam Wahyu 3, mereka hidup di kota yang kaya. Kota Laodekia ini terkenal sebagai pusat perbankan, penghasil wol hitam yang bermutu tinggi untuk pakaian dan permadani, tanahnya subur menyebabkan banyak rumput untuk domba. Kota ini pun mempunyai sekolah kedokteran yang terkenal yaitu Zeuxis dan Aleksander Filalethes. Dengan keadaan seperti itu, mereka hidup dalam kenyamanan dan ketentraman. Bahkan dari sisi kehidupan berjemaat mereka tidak menghadapi ancaman dari orang-orang non Yahudi, para nabi palsu, bahkan mereka juga tidak mengalami penganiayaan dan penderitaan karena nama Tuhan. Keadaan mereka justru lebih baik dibanding dengan jemaat ditempat lain.
Namun Di balik segala “kesuksesan” kota dan gereja itu, Tuhan berkata: “Aku tahu segala pekerjaanmu…engkau tidak dingin dan tidak panas – engkau suam-suam kuku. Jadi karena engkau suam-suam kuku – tidak dingin atau tidak panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku”. Teguran keras terhadap jemaat di Laodikia adalah kesuaman mereka. Kondisi jemaat di Laodikia, sama persis dengan kondisi alam dan lingkungan kota itu. Perlu Saudara ketahui, kota Laodikia tidak memiliki sumber air. Untuk kebutuhan air, penduduk Laodikia bergantung kepada kota Hierapolis, di utara dan kota Kolose, di selatan. Air dari Hierapolis mengalirkan air panas sedangkan air dari Kolose mengalirkan air dinginAir panas bercampur dengan air dingin. Air berubah menjadi: “suam-suam kuku.” Seperti Itulah gambaran kerohanian mereka. Mereka menjadi sombong dan berkata, aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
Sehingga ayat 18 Tuhan menantang mereka, maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
Karena itu hati hati dengan kekenyangan jasmani dan kesombongan rohani, jangan sampai hal hal itu merampas kehausan kita, kita harus kembali ke posisi orang yang miskin hatinya, orang yang lapar secara rohani, haus dengan kebenaran. Kita harus mempunyai sikap sebagai orang yang baru bertobat, orang yang baru percaya, dimana hati kita pertama tama mengenal Tuhan yang haus dan lapar akan Tuhan.
Oleh karena itu kita perlu berjuang. Kita tidak boleh diam karena hari hari ini adalah jahat, hari hari ini adalah hari hari yang penuh dengan kesulitan. Kita harus berjuang secara rohani, berjuang untuk mendekat kepada Allah. Salah satunya belajarlah berpuasa, puasa adalah perbuatan menciptakan padang gurun bagi diri sendiri, suatu proses yang membuat jiwa kita lapar dengan semua keadaan.
Bagi saudara yang pernah berpuasa, pasti kita pernah merasakan betapa tubuh kita ini lemah dan satu satunya yang kita butuhkan adalah Allah, kita merindukan Tuhan. Puasa menjadi makanan secara rohani, karena itu saya sangat menganjurkan puasa. Walaupun kita tidak bisa sering melakukanya, tetapi kita kadang kadang perlu mencobanya. Supaya kita bisa menyatakan kelemahan kita dihadapan-Nya, dan kita dikenyangkan dengan Tuhan.
Suatu saat kami pelayan internasional diundang makan oleh seorang deacon ke restaurant The Party, saya tidak datang karena sedang doa dan berpuasa. Seorang teman pendeta bertanya kenapa kamu tidak ikut, “saya sedang menjalani doa puasa.” Eh malah tertawa, untuk apa doa puasa. Apa kekuatan saya sehingga saya masih bisa memegang doa dan puasa? Karena saya haus dan lapar akan Tuhan.
Kemudian berjuanglah untuk memiliki sifat rendah hati. Saya sering memperhatikan orang orang kaya yang tidak merasa kekurangan apapun, datang doa malam dengan pakaian yang sederhana, lalu berlutut berdoa seperti orang yang tidak punya apa apa. Ini sangat memberkati. Kadang kadang kita sedikit saja berhasil, kita sudah membanggakan diri, hidup di dunia hanya sementara, hiduplah seperti orang yang baru percaya walaupun kita sudah puluhan tahun percaya Tuhan. Hidup sebagai orang yang miskin dihadapan Allah walaupun kita telah menerima banyak berkat. Mengapa air berkumpul di lautan? Karena laut adalah tempat yang paling rendah. Anugerah Tuhan akan datang kepada hati yang rendah.
Jika kita kehilangan sifat rendah hati, maka berkat rohani juga akan berhenti. Datanglah kepada Tuhan dengan bejana kosong. Tahun 2020 telah berlalu, mari kita menjalani kehidupan di tahun 2021 ini dengan kerohanian yang tidak biasa biasa, biarlah kita selalu haus akan Tuhan, berjalan dengan Tuhan, bergantung pada Tuhan, bersandar pada Tuhan, jangan merasa puas dengan kerohanian di tahun yang lalu, tetapi mari kita terus bergerak lebih dan lebih lagi di dalam Tuhan.
Comentários